Kolom

Kartini: Rumah dan lodeh

Lodeh di piring mengingatkan kita ada pengharapan-pengharapan hidup dalam keberserahan dan kemauan menggerakkan makna-makna.

Rabu, 22 April 2020 23:31

Kartini, perempuan "tabah" di rumah. Gadis itu memang dipingit. "Tabah" bukan mengartikan ia kalah dan patuh secara mutlak. Ia masih mungkin bergerak jauh meninggalkan rumah dengan bacaan dan menulis surat-surat. Di rumah, Kartini pun perempuan "melawan" bosan, keusangan, keputusasaan, dan kemalasan. Ia memiliki peristiwa-peristiwa dalam pembentukan biografi. Peristiwa harian di rumah itu kewajaran meski tak menjadi cerita-cerita menghebohkan dalam sejarah.

Kita ingin mengunjungi dapur dan ruang makan di keluarga Kartini. Kita telat mengunjungi, setelah mengalami rutin peringatan Hari Kartini sering berkaitan busana. Kini, kita mengenang dan menghormati Kartini bersama Kardinah dan Rukmini melalui masakan. Pada situasi wabah, kita dianjurkan di rumah. Orang-orang bisa membuat peristiwa memasak dengan ketersediaan bahan dan selera kuliner. Masakan disantap bersama di rumah. Kebersamaan di rumah dengan memasak dan makan mungkin bisa dianggap sejenis peringatan Hari Kartini. Kita ingin menganggap Kartini sebagai tokoh kuliner, bukan saja "memasak" kata menjadi surat-surat tercatat di sejarah.

Suryatini N Ganie mengolah ulang masakan di keluarga Kartini dengan penerbitan buku tebal-besar berjudul Kisah dan Kumpulan Resep Putri Jepara: Rahasia Kuliner RA Kartini, RA Kardinah, RA Roekmini (2005). Sejak masa 1930-an, orang-orang Indonesia terbiasa membaca surat-surat ditulis Kartini dalam bahasa Belanda, diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Armijn Pane diterbitkan Balai Poestaka. Pada abad XXI, hari-hari berlindung dari wabah, kita membaca buku berisi resep-resep masakan. Di situ, kita tak membaca kalimat panjang puitis dan filosofis.

Metafora pun tiada. Kata-kata menantang pemikiran menepi dulu. Kata-kata dalam resep masakan wajib gamblang untuk petunjuk bagi orang mau masak. Dulu, resep-resep itu berbahasa Jawa ditulis dalam aksara Jawa dan Latin.

Kita mulai mengingat Kartini itu masakan, tak sekadar surat. Kartini melalui buku-buku dan korespondensi mendapat pengaruh-pengaruh Eropa. Kuliner pun terpengaruh Eropa. Kardinah selaku penulis resep-resep keluarga Jepara itu memuat pengaruh-pengaruh masakan dari Eropa tapi mengalami sekian perubahan sesuai kondisi lokal. Ganie menjelaskan: "Selera masyarakat Belanda pun sangat berpengaruh pada seni kuliner di Indonesia umumnya, di Jepara khusunys. Tidak heran bila hidangan ala Prancis yang telah diadaptasi oleh orang Belanda terdapat pula dalam koleksi resep keluarga Bupati Jepara. Misalnya, hidangan bestik lengkap dengan puree kentang dan sayuran."

Bandung Mawardi Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait