Perlu desain integral kurikulum nasional yang mengedepankan ciri khas manusia Pancasila
Menilai keberhasilan pendidikan kita setelah 74 tahun kemerdekaan rasa-rasanya seperti menilai sosok manusia yang telah berumur sangat dewasa. Apakah benar negeri ini sudah dewasa dan menjiwai Pancasila? Rasa-rasanya pendidikan seperti menjauh dari jati diri kenusantaraan, kepancasilaan, dan kebudayaan kita.
Bagaimana tidak? Pendidikan nasional ternyata sudah masuk dalam kubangan mimikri kebudayaan barat tanpa ampun lewat senjata pamungkas substansi dunia pendidikan itu sendiri, yaitu desain kurikulum nasional dan sistem pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga dan terutama pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar dan menengah tidak diarahkan pada ketegasan kekuatan kebudayaan dan moralitas yang menekankan pada keberhasilan pendidikan nasional pada terciptanya manusia yang arif, ber-ruh kebudayaan, dan sangat Indonesianis. Kurikulum nasional yang ada selain compang-camping dan hobi berganti-ganti arahnya sesuai kepentingan siapa berkuasa di level puncak kementeriannya, juga ternyata sudah terdesain tanpa sadar menggiring jauh dari kebudayaan kita.
Padahal bila kita ingin lebih teguh, kurikulum sebagai jiwa pendidikan tidak boleh diinterpretasikan terlalu bebas tanpa kekuatan kedaulatan dan kebudayaan sebagai pusatnya. Artinya, perlu desain integral kurikulum nasional yang mengedepankan ciri khas manusia Pancasila dengan tetap memiliki kemampuan produktivitas sekaligus kreativitas berkekuatan duta internasional. Implementasi taktis dan praksis manusia Pancasila, agamis sekaligus berkebudayaan sangat mungkin diimplementasikan.
Dalam konteks keagamaan, pendidikan yang berada dalam pengelolaan pesantren tidak pernah menjadi fokus diskusi dalam skala pendidikan nasional; baik dikaji nilai-nilai kearifan yang melandasi maupun dikaji arah perkembangannya.