Menghangatnya wacana menggelar KLB Partai Demokrat, tidak ada asap tanpa api.
Iklim organisasi politik selalu dinamis, antar kepentingan harus diupayakan bertemu dengan situasi yang tidak tetap. Dinamika selisih pandang merupakan hal normatif, sah dan niscaya. Dialektika kepentingan dalam organisasi politik bisa menjadi penanda bahwa roda organisasi sedang berjalan. Dorongan sebagian kalangan internal Partai Demokrat yang menginginkan adanya Kongres Luar Biasa (KLB), bisa jadi merupakan tanda adanya kehidupan dalam organisasi.
Menghangatnya wacana menggelar KLB oleh sebagian kader Demokrat, tidak ada asap tanpa api, ada relasi kontekstual dengan apa yang baru saja dihadapi oleh Demokrat. Pemilu 2019, dan raihan suara yang tidak menggembirakan. Setidaknya, evaluasi hasil Pemilu yang menempatkan Demokrat sebagai Parpol minoritas, mudah dikaitkan dengan asumsi SBY tidak lagi berdaya ungkit elektoral.
Untuk itu, meskipun klise dan cenderung terburu-buru Demokrat memerlukan penyegaran struktural pimpinan dalam waktu yang lebih cepat dari seharusnya.
Faktor Sentimentil SBY
Ada kesulitan tersendiri mengagendakan, juga memprovokasi kader lain untuk mendukung KLB Demokrat. Selain karena kepemimpinan SBY sejauh ini dalam kondisi baik-baik saja, Demokrat juga tidak dalam keadaan beralasan segera dilaksanakan KLB. Bahkan, secara psikologis momentum berkabung sepeninggal ibu Kristiani Yudhoyono, faktor sentimentil SBY yang berpotensi menjadi pagar penutup terwujudnya KLB.