Komitmen melawan hoaks itu tidak cukup dengan tidak menyebar hoaks ketika melakukan kampanye.
Meningkatnya jumlah hoaks yang tercatat setiap kali musim politik berlangsung menjadi ancaman bagi kualitas demokrasi bangsa kita. Alih-alih menggunakan media sosial untuk beradu gagasan dan program, yang terjadi lebih banyak media sosial menjadi sarana untuk penyebaran kampanye hitam untuk saling menjatuhkan. Masalah ini menjadi ancaman serius bagi masa depan demokrasi kita jika tidak kita tangani dengan baik.
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti, menyebutkan, hoaks dan SARA saat ini jauh lebih ampuh daripada politik uang. Hal ini dimungkinkan karena penetrasi gadget dan Internet di Indonesia secara rata-rata cukup tinggi, namun kurang disertai dengan pemahaman yang baik tentang good netizenship atau kode etik di dunia maya.
Situasi ini dikhawatirkan dimanfaatkan kekuatan politik ataupun pemodal untuk memfabrikasi konten hoaks yang memperkeruh panggung debat publik, sehingga obyektifitas masyarakat terhadap sebuah issue menjadi kabur.
Debat publik seharusnya menyangkut topik yang substantif seperti upaya peningkatan pelayanan publik atau reformasi birokrasi, tetapi kita kerap diseret dan menghabiskan energi untuk berdebat politik identitas yang seringkali memperdebatkan hal yang tak penting untuk dibahas. Sekaligus menghamburkan waktu untuk berdebat di atas data dan fakta yang keliru, bahkan menyesatkan.
Jika tidak ingin kualitas demokrasi kita rusak di era digital ini, maka setidaknya ada beberapa hal yang butuh segera kita lakukan. Pertama, perlu meyakinkan semua partai politik yang bertanding berkomitmen melawan hoaks. Banyak sekali keributan di akar rumput yang berasal dari silang kata antar elit politik yang tak jarang menggunakan informasi yang belum diketahui kebenarannya.