Kolom

Membalik ‘omon-omon’ diversifikasi pangan

Di balik beragam kritik yang menyertai program makan siang gratis, ada harapan terkait percepatan diversifikasi pangan.

Senin, 12 Agustus 2024 17:41

Persamuhan itu sudah lama berlalu. Namun, kini ada momentum baik untuk diulas. Sehari setelah Idulfitri, ada undangan dari seorang kolega. “Mas, besok siang jam 13.00 berkenan makan siang bersama Pak Siswono Yudhohusodo? Sekaligus kita bahas ketahanan pangan berbasis sagu. Ditunggu konfirmasinya,” tulis Petrus Gunarso.

Tanpa berpikir panjang, saya mengiyakan. “Dengan siapa saja,” tanya saya. Diinfokan, selain Siswono juga bakal hadir Karen Tambayong dan Adhie Widihartho. Siswono adalah mantan menteri di era Orde Baru yang pemilik usaha Bangun Cipta. Sedangkan Karen pemilik Floribunda Nursery dan Adhie Sekjen Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan.

Mereka bertiga adalah para pegiat yang amat konsen pada dunia pertanian-pangan dengan fokus masing-masing. Puluhan tahun malang melintang. Tentu kehormatan bisa gabung dengan mereka. Apalagi, kala saya utarakan kalau belum pernah intens mengkaji sagu, Petrus menulis: “Justru besok kita belajar hal baru.” Aha! Petrus adalah rimbawan yang intens mendalami sawit. Rupanya, Karen dan Adhie tidak bisa gabung. Sebagai ganti mereka berdua hadir Sutarto Alimoeso, mantan Dirut BULOG yang kini jadi Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI).

Benar saja, makan siang plus ngobrol bermutu tentang sagu di resto milik anggota Masyarakat Sagu Indonesia di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, itu jadi wahana belajar ihwal sagu. Selain papeda, kami disuguhi aneka pangan berbasis sagu: kwetiau, mi, roti, pasta, dan krupuk.

Sagu telah disulap jadi pangan sesuai selera masyarakat modern. Semua enak, lezat, dan menyehatkan. Lebih enak dari mi instan yang selama ini biasa disantap. Jenny Widjaja, pemilik resto itu, mengaku “berdarah-darah” meracik aneka pangan berbasis sagu. Dia bergerilya mengetuk pintu berbagai otoritas kebijakan agar ada keberpihakan pada pangan lokal. Tapi hasilnya masih amat mengecewakan.

Khudori Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait