Kolom

Memberi di tengah keterbatasan

Pemberian akan benar-benar menjadi pemberian, ketika semua itu diserahkan dalam situasi kelangkaan dan keterbatasan.

Rabu, 21 Juli 2021 04:33

Tindakan memberi disebut sebagai pemberian jika hanya dilandasi ketulusan dan melupakan. Begitu kira-kira yang dimaksudkan Derrida tentang praktik memberi atau pemberian.

Jika kita memberi-entah itu sebuah jasa atau benda-kepada orang lain, namun di lubuk hati yang paling dalam terselip sedikit saja harapan untuk mendapatkan balasan atau imbal balik dalam bentuk apa pun, maka tindakan yang kita lakukan bukanlah sebuah pemberian, melainkan transaksi. Bahkan, ketika kita mengingat-ingat lagi yang telah kita berikan, tindakan yang telah dilakukan terbatalkan sebagai sebuah pemberian.

Pemberian selalu menghalangi sirkulasi pertukaran, meruntuhkan transaksi. Dengan demikian pemberian adalah  sebuah dekonstruksi atas logika ekonomi. Yang pada gilirannya setiap pemberian merupakan dekonstruksi  atas kapitalisme.

Pemberian dalam pengertian Derrida sangat tidak umum, "tidak normal". Bisa kita katakan hampir mustahil dilakukan. Bagaimana mungkin kita bisa menguji ketulusan seseorang dalam memberi? Bukankah ketulusan itu sangat subtil, sangat halus,  sulit untuk diketahui apalagi diukur?

Seorang guru semasa SMP pernah mengatakan: yang menggagalkan terjadinya ketulusan adalah "riya".  Riya adalah bentuk yang paling halus dari pamer. Riya itu ibarat semut hitam yang merayap di atas batu hitam di tengah gulita malam. Artinya, sikap riya itu sulit diidentifikasi, bahkan oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya kehadiran riya kerap tidak kita sadari, padahal sedang terjadi dan dilakukan oleh kita.

Wildan Pramudya Arifin Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait