Integrasi lembaga riset ke dalam BRIN memunculkan aneka masalah. Perlu sejumlah langkah perombakan agar BRIN menjadi brilian.
Lembaga riset di Indonesia sudah ada sejak era kolonial. Setelah kemerdekaan, terjadi kekosongan riset karena para peneliti Belanda pulang ke negaranya. Pada 1952, Presiden Sukarno menugaskan dokter Sarwono Prawirohardjo untuk membangun institusi riset. Sarwono adalah Ketua Jong Java pada1927 dan anggota KNIP setelah Indonesia merdeka.
Lembaga riset baru terbentuk melalui Undang-Undang Tahun 1956, yaitu MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan dipimpin Sarwono Prawirohardjo. Pada 1962 ada Durenas (Departemen Urusan Research Nasional). MIPI berada di bawah nauangan Durenas. Ketua MIPI adalah deputi Menteri Riset.
Pada 22 September 1962, terbentuk Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA), afiliasi AURI dan ITB. Proyek berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika berikut telemetrinya. Pada 27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.
Setelah pergantian pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru 1965, MIPI dibubarkan oleh MPRS dan dibentuklah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada 1967 dengan Keputusan Presiden. LIPI dipimpin Sarwono Prawirohardjo. LIPI terdiri dari beberapa lembaga penelitian dan sekaligus menjadi pembimbing lembaga penelitian secara nasional. LIPI kembali menggeliat pada 1973 ketika Soemitro Djojohadikusumo ditunjuk menjadi Menteri Negara Riset.
Pada 1978 BJ Habibie menjadi Menteri Riset merangkap Kepala BPPT. Pada masa Habibie sempat terjadi kenaikan tunjangan fungsional peneliti. Seorang APU (Ahli Peneliti Utama) memperoleh tunjangan yang lebih besar dari tunjangan struktural eselon satu. Sesuai Pasal 65 Perpres No. 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terjadi peleburan LIPI, LAPAN, BATAN, BPPT dan Litbang Kementerian dan Lembaga Negara jadi satu. Peleburan sebagian besar tidak diikuti dengan dana.
Porsi anggaran litbang di di Indonesia pada 2019, menurut Sri Mulyani di Soehana Hall, SCBD, 31 Juli 2019, sebelum sesuai gross domestic expenditure on R&D (GERD) adalah 0,28% dari PDB. Alokasi anggaran untuk pendidikan mencapai Rp492,5 triliun pada 2019 dan untuk riset sebesar Rp35,7 triliun.