Kinerja Menteri keuangan yang menjadi penanggungjawab dalam mengelola APBN dan sekaligus utang, tentu tidak bisa menghindar dari kritik.
Kritik terhadap pejabat publik adalah hal yang lumrah. Termasuk kritik terhadap kinerja Sri Mulyani sebagai pejabat Menteri Keuangan. Kritik tersebut merupakan bentuk umpan balik terhadap kebijakan dan kinerja pejabat publik. Selain itu kritik juga menjadi fungsi kontrol.
Kinerja Menteri keuangan yang menjadi penanggungjawab dalam mengelola APBN dan sekaligus utang, tentu tidak bisa menghindar dari kritik.
Pertama, sebagai pejabat Menteri Keuangan Sri Mulyani dinilai belum cukup mampu menerbitkan surat utang dengan bunga yang menguntungkan pemerintah. Bunga surat utang Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia. Tingkat imbal hasil (yield) surat utang pemerintah berkisar 8% untuk tenor 10 tahun tidak bisa disebut sebagai bunga murah untuk membayar utang.
Kedua, rasio utang terhadap pendapatan (debt to service ratio/DSR) Indonesia masih di atas 24%. Posisi ini merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Posisi DSR di atas 24% tersebut juga menunjukkan bahwa utang luar negeri yang ditarik pemerintah belum sejalan dengan perolehan pendapatan ekspor Indonesia.
Ketiga, ketika menerbitkan utang maka muncul pula bunga utang yang harus dibayar. Penambahan utang tentu saja membuat pembayaran bunga utang ikut membesar. Penambahan utang dan membesarnya pembayaran bunga utang akan menjadi beban bagi APBN.