Setelah kejatuhan Orba, importasi pangan merajai pangan nasional. Indonesia kembali mengandalkan impor sebagai pemasok pangan nasional.
Mimpi cukup pangan bagi seluruh rakyat masih jadi tema yang tak kunjung usai sepanjang usia Republik Indonesia. Apalagi sebagai bangsa kita memiliki trauma di masa Orde Lama (Orla) di mana rakyat susah makan sama sewaktu masa penjajahan Jepang. Akibat pangan rakyat tidak tersedia kekuasaan Orde Lama jatuh. Prestasi Orde Baru (Orba) yang fenomenal adalah membalikkan keadaan dari masa (Orla) sehingga menjadi negara dengan swasembada pangan di 1979.
Setelah kejatuhan Orba, importasi pangan merajai pangan nasional. Indonesia kembali mengandalkan impor sebagai pemasok pangan nasional. Bahkan bukan hanya beras: gandum, gula, daging, susu, garam, bawang putih pun mayoritas didapatkan dari impor. Karena situasi tersebut, tidak mengherankan apabila setiap rezim kekuasaan di negara kita mendambakan tercapainya status swasembada pangan di masa pemerintahannya. Dengan meraih status ini, artinya telah mengimbangi sejarah keberhasilan pembangunan pangan di masa lalu.
Swasembada pangan sering secara sederhana diartikan sebagai swasembada beras. Bahkan, jika diperluas menjadi tiga produk strategis pangan yakni padi, jagung dan kedelai (Pajale). Mimpi swasembada pangan sebenarnya semakin jauh dari kenyataan.
Bagaimana cara pemerintah untuk mencapai kembali swasembada pangan? Karena sudah pernah dicapai dan berhasil, tentu langkah paling mudah yang dilakukan pemerintah ssat ini adalah mengulang kembali cara Orde Baru. Pengulangan tersebut dilakukan dengan cara menjalankan intensifikasi produksi pertanian melalui mekanisasi, pupuk dan benih, pembangunan waduk; serta ekstensifikasi pertanian melalui perluasan lahan pertanian melalui sawah baru.
Tetapi usaha ini tidak juga berhasil menjaga dan menaikkan produksi beras. Ketertarikan petani dalami menanam padi sebenarnya juga ditentukan oleh harga pembelian dari pemerintah yang menguntungkan. Sebab pekerjaan diluar pertanian juga telah menghiasi kepala petani di masa kini, yang tentu berbeda dengan situasi di masa lalu.