Momentum Ramadan dan hari raya Idul Fitri (lebaran) menggerek tingkat konsumsi masyarakat meningkat tajam.
Ramadan membawa berkah spiritual dan berkah ekonomi. Sehari menjelang puasa Ramadan tiba diawali tradisi munggahan, sebuah momentum di mana kita berbagi makanan dengan tetangga/kerabat. Artinya, sebelum puasa Ramadan, sudah tumbuh kegiatan ekonomi.
Memasuki Ramadan, kegiatan ekonomi tumbuh lebih subur lagi: berinfak, bersedekah dan membayar zakat. Implikasinya adalah bertambahnya likuiditas di masyarakat. Uang yang awalnya diam menjadi bergerak menciptakan efek pengganda aktivitas ekonomi.
Salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi. Momentum Ramadan dan hari raya Idul Fitri (lebaran) menggerek tingkat konsumsi masyarakat meningkat tajam. Makanan, sandang, dan jasa adalah komoditas sensitif dan sektor paling banyak disasar.
Lebaranomics dimaknai ketika kalkulasi ekonomi seputar lebaran melibatkan semua mesin ekonomi makro (perusahaan) dan mikro (rumah tangga). Mereka ikut merasakan peningkatan gairah ekonomi dibalik kekhidmatan melaksanakan ibadah ritual. Fenomena peningkatan aktivitas ekonomi musiman ini, lumrah terjadi. Di mana laju permintaan barang/jasa (demand) lebih kencang dibanding laju penawarannya (supply).
Ramadhan, bulan sarat dengan aktivitas ekonomi. Salah satunya tercermin dari, pebisnis katering sibuk menyiapkan paket-paket menu sahur dan berbuka. Buka bersama menjadi tren. Para pedagang kagetan bermunculan di mana-mana. Industri makanan dan minuman ramai, ditaksir mengalami kenaikan produksi hingga 30% dibandingkan bulan-bulan lainnya. Analis ekonomi pun menjadi optimis penjualan makanan dan minuman lebaran tahun ini tumbuh 8%.