UU Nomor 35 tahun 2009 yang menganut rehabilitation justice system dengan mendekriminalisasikan perkara penyalahgunan narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan penegak hukum, khususnya jaksa penuntut umum untuk melindungi, menyelamatkan dan menjamin penyalahguna narkotika direhabilitasi. Namun lebih dari 90% terdakwa penyalahguna narkotika mendapat dakwaan alternatif atau dakwaan subsidair atau dakwaan komulatif dalam proses peradilan.
Merujuk persoalan itu, mustahil jaksa dapat mengemban amanat dan tujuan dibuatnya UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Termasuk mustahil pula jaksa mempunyai semangat menjamin penyalahguna direhabilitasi (Pasal 4d).
Pasal 4 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa penegak hukum khususnya jaksa diberi amanat untuk menjamin rehabilitasi penyalahguna melalui dakwaan tunggal. Selain itu jaksa tidak melakukan penahanan selama proses penuntutan terhadap perkara kepemilikan atau perkara penyalahgunaan narkotika dalam jumlah tertentu untuk kepentingan sehari pakai, bagi diri sendiri dan tidak untuk dijual.
Disinilah semangat rehabilitatif penegakkan wajib dimiliki oleh jaksa penuntut umum, penyidik dan hakim maupun masarakat karena penyalahguna dijamin UU untuk direhabilitasi. Sedangkan terhadap pecandu wajib direhabilitasi.
Posisi jaksa dalam kasus penyalahgunaan narkotika