Kecenderungan politik identitas telah mendistorsi wawasan kebangsaan yang secara perlahan dibangun bangsa Indonesia.
Politik masih identitas kerap kali terjadi di Indonesia. Politik identitas merupakan salah satu pemanfaatan manusia secara politis yang mengutamakan kepentingan kelompok karena persamaan identitas yang mencakup ras, etnis, gender, dan agama. Inilah yang membuat politik di Indonesia semakin hari semakin rumit untuk dimengerti masyarakat.
Perbedaan politik secara identitas di Indonesia menjadi penting dikaji sebagai diskursus untuk menarik benang merah dari perbedaan yang ada sehingga stabilitas politik tetap terjaga. Sebagai negara yang dilatarbelakangi berbagai keanekaragaman, Indonesia telah membuktikan dari zaman kemerdekaan hingga saat ini bahwa persatuan dan kesatuan masih dapat dipelihara.
Saat berkuasa, Adolf Hitler berupaya meyakinkan orang-orang Jerman bahwa sumber krisis ekonomi dan kekalahan Perang Dunia karena pengaruh orang-orang Yahudi. Isu politik identitas yang digadang Hitler itu merupakan kampanye politik sebagai bentuk komitmen membesarkan Jerman kala itu sehingga membuat Hitler bersama partainya, Nazi, keluar sebagai pemenang pada Pemilu Jerman 1932.
Solusi yang dia tawarkan adalah melenyapkan orang Yahudi dan janji itulah yang dijual dan dibeli sebagian besar masyarakat Jerman. Selang berjalannya pemerintahan Hitler, politik identitas yang digadang mengakibatkan tragedi yang terjadi di Jerman saat Nazi berkuasa. Enam juta orang Yahudi menjadi korban kekejaman politik identitas dan menjadi salah satu peristiwa genosida terburuk yang tercatat dalam sejarah dunia.
Berbeda dengan kondisi Indonesia, politik identitas tidak sepenuhnya didorong identitas keagamaan, tetapi lebih kepada etnis, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang umumnya diwakili elite politik di masing-masing partai dengan artikulasinya masing-masing (Ma'arif, 2012: 55-100).