RAPBN 2022 menyebut rencana defisit sebesar Rp868 triliun merupakan 4,85% dari PDB.
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 merencanakan defisit sebesar Rp868 triliun. Kebutuhan berutang dalam pos pembiayaan utang lebih dari nilai defisit, yakni sebesar Rp973,58 triliun. Antara lain karena adanya pengeluaran pembiayaan, seperti investasi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU).
Nota Keuangan dan RAPBN 2022 menyajikan pula prakiraan (outlook) pemerintah untuk realisasi APBN 2021. Outlook memprakirakan defisit sebesar Rp961,49 triliun dan pembiayaan utang sebesar Rp1.026,98 triliun.
Defisit menurut outlook turun sebesar Rp44,89 triliun dari rencana APBN 2021 yang Rp1.006,38 triliun. Sempat dijelaskan Kemenkeu beberapa waktu lalu sebagai hasil perbaikan atau refocusing belanja dan pendapatan yang sesuai harapan.
Penurunan dalam pembiayaan utang tampak lebih besar, mencapai Rp150,37 triliun. APBN 2021 merencanakannya Rp1.177,35 triliun. Terutama disebabkan tambahan penerimaan pembiayaan lain-lain yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Semula, SAL hanya akan dipakai Rp15,76 triliun, akan ditambah menjadi Rp140 triliun.
Informasi dari outlook APBN 2021 dan postur RAPBN 2022 tersebut, akan berpengaruh besar pada posisi utang pemerintah dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Posisi utang sudah pasti bertambah. Lalu bagaimana dengan rasionya terhadap PDB?