Peniadaan UN patut diapresiasi sebagai keputusan tepat dan berpihak rakyat.
Penyebaran Covid-19 yang meluas, membuat Presiden Joko Widodo memutuskan meniadakan Ujian Nasional (UN) 2020. Ini sebagai konsekuensi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) yang diharapkan mampu memotong rantai penyebaran Covid-19. Penegasan ini disampaikan beliau dalam rapat terbatas dengan pembahasan UN, Selasa (24/3) melalui video conference.
Terkait pembatalan UN, regulasi yang dikeluarkan pemerintah berupa Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebenarnya legalitas surat ini tidak bisa mengalahkan UU atau PP yang menyangkut soal UN. Karena itu untuk konsistensinya, seharusnya peniadaan UN perlu disepakati bersama dengan DPR.
Secara yuridis pelaksanaan UN didasarkan pada Pasal 66 ayat 1 PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Di dalam PP tersebut ditegaskan tujuan dan penyelenggara UN. Untuk itu, peniadaan UN harus dilakukan dengan menerbitkan PP yang mengubah PP tersebut.
PP ini harus dikeluarkan karena juga terkait anggaran yang sudah dikeluarkan dalam proses persiapan dan pelaksanaan UN. Yang semuanya itu bersumber dari APBN. Hal ini demi transparansi, akuntabilitas, dan legalitas pengeluaran biaya yang sudah telanjur.
Meski begitu, peniadaan UN patut diapresiasi sebagai keputusan tepat dan berpihak rakyat. Kita bisa membayangkan jika UN tetap dilaksanakan, maka akan terjadi kegelisahan di kalangan orangtua yang anaknya akan berinteraksi dan berkumpul dengan orang lain. Imbauan belajar di rumah akan menjadi kontraproduktif. Di kalangan pendidik pun akan mengalami kegelisahan karena harus kembali masuk sekolah dan bahkan bila ia mengajar di sekolah yang masuk zona merah wabah virus korona.
Selain itu, tentu berdampak pada membengkaknya biaya belanja sarana dan prasarana untuk menghalau penyebaran virus. Padahal lembaga-lembaga pendidikan baru kali ini menghadapi situasi darurat sehingga bisa dipastikan tidak menganggarkan biaya kedaruratan dalam rencana anggaran tahunan. Akibatnya bisa dipastikan, lembaga pendidikan akan tergagap-gagap menghadapi situasi ini.