Indonesia dapat mencapai stabilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menerapkan kebijakan yang tepat.
Nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir mengalami pelemahan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di sejumlah bank pada Selasa (16/4), sudah mencapai Rp16.200-Rp16.300 per dollar AS. Pelemahan ini dipicu oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.
Secara eksternal, rencana kebijakan pengetatan moneter AS dengan menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate) mendorong arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini memperkuat dollar AS dan melemahkan mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Ketegangan geopolitik, seperti konflik di Ukraina dan Timur Tengah, juga menjadi faktor eksternal yang meningkatkan ketidakpastian dan risiko global. Para investor mencari aset safe haven seperti dollar AS untuk berlindung dari volatilitas pasar, sehingga semakin menekan nilai tukar rupiah.
Penguatan dollar AS secara global terhadap mata uang utama lainnya ikut menjadi faktor eksternal yang memperlemah rupiah. Hal ini membuat impor menjadi lebih mahal bagi Indonesia yang bergantung pada impor bahan baku, barang modal, dan kebutuhan pokok.
Faktor internal yang berkontribusi terhadap pelemahan rupiah adalah defisit neraca perdagangan yang persisten. Hal ini meningkatkan permintaan dollar AS untuk membiayai impor dan menekan nilai tukar rupiah.