Kolom

Sukmawati, puisi dan politik praktis

Tetapi itulah ajaibnya politik. Tiba-tiba puisi Sukmawati menjadi permasalahan besar di negeri ini.

Senin, 09 April 2018 15:28

* Penyair dan Sastrawan

Pada Oktober 1971, Bengkel Teater Rendra menyelenggarakan sebuah kegiatan yang diberi nama “Perkemahan Kaum Urakan” di Pantai Parang Tritis, Yogyakarta. Di antara para peserta perkemahan, terdapat sosok Sukmawati.

Pada saat itu, Sukmawati yang bernama lengkap Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri, baru berumur 20 tahun. Ia lahir di Jakarta, 26 Oktober 1951. Putri ke empat Bung Karno dengan Fatmawati ini, merupakan mahasiswi Akademi Tari, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang sekarang menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Sama dengan sang adik, Guruh Sukarnoputra, sejak remaja Sukma juga berminat menekuni dunia kesenian. Sebagai mahasiswi seni tari IKJ, juga sebagai puteri Bung Karno, Sukma banyak bergaul dengan para seniman. Maka tak mengherankan kalau ia hadir dalam Perkemahan Kaum Urakan di Parangtritis.

Kehadiran Sukma tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi Pers Indonesia pada waktu itu. Meskipun begitu, media-media besar mainstream takut untuk mengeksposnya secara mencolok. Maklum, pada tahun itu, semua yang berbau Sukarno tabu untuk ditampilkan oleh pers nasional. Padahal Sang Proklamator itu sudah wafat pada 21 Juni 1970. 

Floribertus Rahardi Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait