Di tahun ini normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat diperkirakan tak seagresif tahun lalu.
Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Keterjalan, hambatan, dan tantangan sepanjang 2018 selesai dilalui. Pada 2019 kelegaan menyambut, dan sepantasnya disyukuri. Di tahun ini belum satu pun yang meragukan bahwa perekonomian Indonesia akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Sebabnya dua faktor eksternal yang memengaruhi semakin melunak, terutama suku bunga The Fed dan perang dagang AS-China.
Di tahun ini normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat diperkirakan tak seagresif tahun lalu. Bahkan disebut bahwa The Fed, bank sentral AS itu tak akan mengerek suku bunganya tahun ini. Sekali pun keluar dari persepsi itu, kita dapat memerkirakan The Fed hanya akan menaikkan suku bunga satu kali.
Mengapa demikian? Karena pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan hanya tumbuh 2,5% di tahun ini, menyambung tren pelemahan dari 2,9% di tahun lalu.
Pada awalnya kebijakan perdagangan internasional yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump digadang-gadang akan meningkatkan keseimbangan ekonomi Amerika––disamping berusaha mengendalikan China dan bahkan melemahkan Uni Eropa. Namun upaya ini justru gagal dan menciptakan kerugian, baik bagi AS maupun mitranya. Neraca perdagangan dan jasa AS defisit US$621 miliar.
Sampai-sampai ProjectSyndicate (14/3) menganalogikan Trump dengan Don Quixote. Konon tokoh cerita legendaris karya Cervantes itu melawan kincir angin, namun Trump melawan defisit perdagangan. Kedua pertempuran itu tidak masuk akal, tetapi setidaknya Don Quixote diwarnai dengan idealisme. Trump basah kuyup karena ketidaktahuan.