Kolom

UU Cipta Kerja, antara benci dan rindu

UU Cipta Kerja tersebut sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, yang mengadopsi sistem administrasi negara yang kompleks.

Senin, 26 Oktober 2020 12:54

Undang-Undang Cipta Kerja adalah UU yang disusun dengan cara Omnibus Law menjadi sangat populer saat ini, karena menjadi trending topic dan ramai dibicarakan. Baik di media sosial maupun di dunia nyata. UU tersebut dianggap penuh kontroversi, sehingga menyebabkan terjadinya pro dan kontra yang tajam, antara pemerintah dan para penolak UU tersebut. 

Demonstrasi yang masif dan berkepanjangan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, sebagai bentuk penolakan para pekerja, mahasiswa, masyarakat dan berbagai pihak, karena proses pembuatan UU tersebut dianggap melanggar prosedur dan substansinya pun dianggap bermasalah, sehingga dapat merugikan negara dan stake holder lainnya.

Berdasarkan Wikipedia, Omnibus Law adalah UU yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk mengamandemen, memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Negara yang pertama kali menerapkan UU Omnibus Law tersebut adalah Amerika serikat pada 1840. 

Undang-Undang dengan konsep ini berkembang di negara-negara common law, dengan sistem hukum anglo saxon, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Belgia. Negara-negara yang telah berhasil menerapkan UU tersebut antara lain Kanada, Turki, Selandia Baru, Irlandia, Vietnam dan Filipina.

Bila dikaji secara objektif dan mendalam, sesungguhnya UU Cipta Kerja tersebut sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, yang mengadopsi sistem administrasi negara yang kompleks. Karena sistem tersebut, birokrasinya ruwet dan regulasinya tumpang tindih, sehingga menimbulkan skala ekonomi biaya tinggi (high cost economic scale), yang sangat merugikan negara dan dunia usaha. 

M Chairul Imran Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait