Wewenang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi alat yang menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya di satu sisi.
Mahkota lembaga negara atau aparatur negara, tidak pernah lain selain wewenang. Wewenanglah yang memungkinkan, bahkan memampukan aparatur membuat kongkret tujuan bernegara. Itu disebabkan tujuan bernegara hanya dapat diwujudkan melalui serangkaian tindakan hukum aparatur negara.
Tidak ada yang lebih penting dalam penyelenggaran negara, sepenting wewenang. Itu disebabkan wewenang, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi alat yang menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya di satu sisi, dan menindas orang atau kelompok lain, di sisi lain yang berseberangan. Apalagi bila sang pejabat sembarangan dalam menggunakan wewenang implisit.
Hukum
Wewenang-authority atau bevoegdheid-merupakan titik temu esensial hukum tata negara dan administrasi negara ini. Dalam semua aspek konseptual kedua bidang hukum ini, wewenang tersaji sebagai esensi kedua bidang hukum ini. Wewenang tidak bisa dimaknai lain, apapun pertimbangan dan argumentasinya, selain dan hanya itu yakni esensi hukum tata negara dan administrasi negara.
Sebagai esensi hukum tata negara dan administrasi negara, sedari awal wewenang pasti dipertalikan, dalam sifatnya sebagai sesuatu yang imperative atau mutlak, dengan dua hal; jabatan dan tindakan jabatan. Kedua hal itu tersaji dalam seluruh spektrum hukum tata negara dan administrasi negara sebagai dua hal yang imperative dipertalikan dengan wewenang.
Apa nalarnya atau hukum? Nalarnya dan hukumnya, tidak semua pejabat-pemangku jabatan-dapat dan atau harus melakukan tindakan-tindakan hukum dalam lingkungan jabatannya. Pada titik ini, siapapun dipaksa untuk mengenal sumber wewenang. Sejak akhir abad ke-17, khususnya di Inggris memunculkan peradaban hukum baru. Peradaban baru ini ditandai dengan beberapa hal hebat. Salah satunya mencampakan konsep hukum klasik yang menjadikan, menerima atau menunjuk kedudukan dan status seseorang sebagai sumber wewenang.