Palin mengeklaim The Times merusak reputasinya dalam sebuah artikel opini yang ditulis Dewan Redaksi.
Kasus pencemaran nama baik "Palin vs New York Times" yang dilayangkan politisi asal Alaska, Sarah Palin, membuat sejumlah pihak khawatir akan berdampak negatif pada masa depan kebebasan pers di Amerika, yang selama ini terproteksi dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Kebebasan pers di Amerika Serikat berada di persimpangan. Seiring berlangsungnya sidang kasus pencemaran nama baik politikus Amerika, Sarah Palin, melawan surat kabar terkemuka New York Times sejak awal Februari. Palin mengeklaim The Times merusak reputasinya dalam sebuah artikel opini yang ditulis Dewan Redaksi. Artikel itu secara keliru menyebut retorika politik Palin memicu kasus penembakan massal di Arizona tahun 2011, yang menewaskan enam orang dan melukai seorang anggota Kongres.
New York Times telah mengakui kata-kata yang digunakan dalam penerbitan awal artikel itu keliru, tanpa kesengajaan, maupun niat memfitnah. Menurut pengamat, bergulirnya kasus Palin ke meja hijau merupakan hal yang langka.
"Biasanya, dalam kasus pencemaran nama baik tokoh masyarakat, media yang digugat akan sangat percaya diri karena adanya standar sangat tinggi dalam kasus New York Times vs Sullivan tahun 1964. Dalam kasus (Palin) ini, New York Times telah secara efektif mengaku salah dengan mengeluarkan koreksi bahwa berita sebelumnya memang keliru," kata pengacara Doug Mirrell, disitat dari VOA.
Meski beberapa pengamat memperkirakan gugatan Palin tidak akan dikabulkan, jika kemudian kasus ini naik banding ke Mahkamah Agung, kondisi kebebasan pers di AS terancam berubah.