Media

Laura di balik liputannya, epidemi senyap krisis opioid di Afrika dan Asia Barat

Mereka mendengar info bahwa tukang ojek sering menggunakan obat penghilang rasa sakit.

Jumat, 02 Juli 2021 23:05

"Ketika saya menelannya, saya merasa bisa melakukan apa saja. Seperti tidak ada yang tak mungkin. Kalau saya tidak mengasupnya, saya tak kuat. Rasanya tidak enak." Dua pil tramadol putih, satu butirnya berdosis 225 miligram!

Sosok remaja Ayao (bukan nama sebenarnya), berusia 15 tahun, yang telah meminum obat itu, berbicara begitu cepat sehingga dia tergagap dan nyaris seakan mau terbelit lidahnya sendiri.

Di rumah bata satu lantai milik keluarganya di Lomé, ibu kota Togo, dia berdiri di kamarnya melihat ke cermin kecil, meringis saat sisirnya tersangkut rambut. Ayao bekerja di perusahaan yang menjual air minum. Dia bangun pukul lima untuk memuat becak pengangkut dengan kantong-kantong besar berisi air bungkus plastik dan kemudian mengirimkannya ke toko-toko di daerah setempat. Sebelum memulai pagi itu, dia meminum dua pil tramadol putih tadi.

Kecanduan sakit

Pengungsi di Nigeria Utara dilaporkan menggunakan tramadol untuk mengatasi stres pasca-trauma. Di Gabon, pil itu telah menyusup ke sekolah dengan nama kobolo, yang menyebabkan anak-anak mengalami kejang di kelas. Sementara di Ghana tarian tramadol sedang tren, gerakannya seperti zombie meniru cara orang berperilaku ketika mereka mabuk obat penghilang rasa sakit.

Arpan Rachman Reporter
Fitra Iskandar Editor

Tag Terkait

Berita Terkait