Menyinggung kualitas pers Indonesia, Agung mengatakan, suka tidak suka, penilaian tahun ini sudah mulai meningkat.
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pers Indonesia M. Agung Dharmajaya menghadiri acara bincang bertajuk “Jurnalisme Berkualitas Untuk Peradaban Bangsa”. Kegiatan tersebut berlangsung di The Trans Luxury Hotel Bandung, Senin (12/12).
Plt Ketua Dewan Pers tak lupa memberi pesan buat jurnalis di seluruh Indonesia. Bunyi pesannya dikutip dari Asep TV, berikut:
"Mari kita meneguhkan apa yang sudah baik kaitannya dengan dunia pers. Sekali lagi, begitu kita pertahankan. Yang belum baik menjadi tanggung jawab kita bersama. Ini menjadi penting komitmen," kata Agung.
"Karena, sekali lagi, saya tidak tahu teman-teman salah memilih atau memang benar pilihannya hidup menjadi jurnalis? Sekali lagi, menjadi jurnalis bukan bekerja. Jurnalis itu adalah profesi. Sehingga, sekali lagi, ada kode etiknya. Beruntung, karena kita memilihnya sebagai profesi wartawan itu," tambahnya.
Agung mengungkapkan lebih lanjut bahwa kalau ada sesuatu hal yang membuat orang tertentu merasa dirugikan, maka penanganannya tentu dengan (secara) etik.
"Ini menegaskan juga tidak bisa kemudian karena sebuah berita yang ditulis oleh teman-teman, ada orang, lembaga, atau siapapun yang merasa dirugikan, maka penanganannya menggunakan undang-undang pidana. Sekali lagi, karena orang dirugikan karena sebuah tulisan, sebuah berita, maka ketika ada yang keberatan, penanganannya dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 1999, jelas tidak masuk ke ranah pidana," tegasnya.
"Tetapi wartawan juga memiliki sejarah. Kalau ternyata melakukan pelanggaran pidana. Ini menjadi penting karena, sekali lagi, yang dibutuhkan (adalah) profesionalisme kita. Itu, 'kan? Terkait apa yang kita kerjakan," cetusnya.
"Kalau hanya sekadar bisa menulis, wat wet wot wes wos, gitu 'kan? Lima W 1H itu sudah produk lama. Tapi bagaimana kita dituntut apa yang kita tulis bisa kita pertanggungjawabkan. Perlu kompetensi, keseriusan kita," argumennya.
"Kalau bicara cepat, citizen journalism lebih cepat. Kalau bicara nalar, lebih canggih. Bedanya kita punya kompetensi. Apa yang kita tulis, apa yang kita sajikan, kita paham betul. Wartawan dianggap semua serba tahu.
"Mari rasanya kita juga mengukur diri untuk selalu harus selangkah lebih maju. Ini menjadi penting. Sekali lagi, integritas kita jaga," pesannya.
Menyinggung kualitas pers Indonesia, Agung mengatakan, suka tidak suka, penilaian tahun ini sudah mulai meningkat.
"Tadi Prof. Mahfoed menyampaikan penilaian di luar negeri masih kurang baik, dalam artian peningkatannya. Nanti sepertinya kita ada diskusi tersendirilah, karena yang menulis itu saya tahu dasar referensinya berbeda," kilahnya.
"Jadi sebetulnya tidak bisa, teman-teman yang akademisi pasti tahu, kalau metodologinya berbeda disandingkan (maka) tidak ketemu. Jadi kalau ayam ya dengan ayam, kalau ayam dengan burung tentunya berbeda. Sekali lagi, apapun ceritanya, yang sifatnya membangun (bahwa) obat itu pahit. Kita lakukan," pungkasnya.