Penangkapan terhadap Dandhy merupakan ancaman kebebasan berekspresi.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menghentikan kasus yang menimpa jurnalis senior, Dandhy Dwi Laksono, atas kasus dugaan ujaran kebencian bernada SARA. Pasalnya, penetapan tersangka hingga saat ini terhadap Dandhy bertolak belakang dengan agenda demokrasi di Indonesia.
Anggota Divisi Kampanye Digital AJI Jakarta, Jekson Simanjuntak, mengatakan polisi menjerat Dandhy menggunakan Pasal 28 ayat 2 dan ayat 45, ayat 2 UU ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP lantaran hanya memposting mengenai situasi Papua lewat jejaring media sosial Twitter. Namun demikian, tuduhan kepolisian terhadap Dandhy dianggap keliru.
“Kita rasa ini ancaman kebebasan berekspresi kawan-kawan, ancaman terhadap kita untuk mencoba menyuarakan sebuah kebenaran,” kata Jekson saat ditemui di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (29/9).
Dia menganggap, penangkapan terhadap Dandhy merupakam suatu bentuk kemunduran berdemokrasi. Itu sebabnya, AJI Jakarta menggelar aksi jalan mundur sebagai simbol mundurnya demokrasi di Indonesia.
"Kita merasa bahwa aksi jalan mundur ini merupakan simbol kritis untuk kondisi Indonesia saat ini. Karena ketika pers sudah dibungkam, siapa lagi yang bisa menyuarakan," ujarnya.