Upaya kriminalisasi dalam RKUHP dipandang tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Pers.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai, pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan DPR tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna.
Temuan AJI, setidaknya ada 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers. Ketua Umum AJI Sasmito Madrim mengatakan, pemerintah dan DPR belum pernah menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang diambil terkait masukan-masukan dari publik, termasuk komunitas pers.
"KUHP khawatir baru akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," ujar Sasmito dalam keterangannya, Rabu (7/12).
Sementara, anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengaku khawatir KUHP yang baru disahkan dapat mengancam kemerdekaan pers, karena banyak pasal yang bermasalah. Pengaturan pidana Pers dalam KUHP, kata dia, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Sehingga upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Pers. Karena unsur penting berdemokrasi, dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers. Karena itu mewujudkan kedaulatan rakyat," kata Ninik.