Nasional

Akademikus: PPHN untuk pembangunan adalah delusional

Amandemen tidak perlu dilakukan mengingat banyak pelaksanaan UUD 1945 yang belum optimal.

Sabtu, 11 September 2021 14:42

Wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk yang ke lima, tengah menjadi sorotan saat ini. Amendemen yang membawa narasi untuk menghadirkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara) agar pembangunan negara lebih terarah, dinilai oleh akademisi sebagai bentuk lain dari GHBN (Garis Besar Haluan Negara).

Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, yang sekaligus pendiri PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia) menyampaikan, PPHN yang dicanangkan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) tidak relevan dengan sistem kenegaraan pada masa sekarang. 

Ini dikatakan Bivitri karena presiden saat ini mendapatkan mandat langsung dari rakyat, bukan MPR. Jadi, Bivitri menjelaskan, pertanggungjawaban presiden tidak lagi berdasar mandat GBHN, yang berasal dari MPR. 

“Karena presidennya sudah dipilih langsung kok. Jadi tidak perlu dokumen mandat, karena GBHN itu kan dokumen mandat dari MPR, makanya kalau dianggap melanggar seperti halnya dulu Presiden Gus Dur dianggap melanggar, kemudian digantikan Megawati, itu kemudian sekarang sudah tidak relevan, karena sekarang yang memilih rakyat,” kata Bivitri dalam diskusi virtual, Sabtu (11/9),

Tidak hanya mengenai relevansi dengan sistem kenegaraan, Bivitri juga menyangkal pandangan yang menyebut jika PPHN merupakan kunci penentu dari keberhasilan pembangunan Indonesia. Ia mencontohkan apabila kesuksesan pemerintahan era Sukarno dan Soeharto bukan berpatokan dari GBHN, tetapi lebih pada kepemimpinan yang dijalankan oleh mereka sendiri.

Zulfikar Hardiansyah Reporter
Hermansah Editor

Tag Terkait

Berita Terkait