Pekerja migran Indonesia di Hungaria menghadapi masalah penempatan, upah, dan ketidaksesuaian pekerjaan.
Seorang pekerja migran Indonesia bernama Arif—nama samaran—mengaku kepada media Hungaria Magyar Narancs, Sabtu (16/3) meninggalkan Hungaria. Arif pergi bersama beberapa kawannya. Hal itu dilakukan, usai agen tenaga kerja Hungaria tak bisa lagi memberi mereka pekerjaan selama berminggu-minggu.
Di samping itu, terdapat berbagai masalah lainnya, yang membuat Arif dan rekan-rekannya memilih “kabur”. Arif dan kawan-kawannya dikontrak dengan upah minimum per jam. Ia hanya menerima 67.322 Hungarian Forint (HUF) setara Rp2,9 juta untuk upah bulan Februari lalu.
“Ia dan rekan-rekannya mengambil semua risiko, mengeluarkan uang terakhir mereka untuk melanjutkan petualangan ke negara Uni Eropa lainnya, sebagai karyawan di pabrik pengolahan unggas,” tulis Magyar Narancs.
Arif dan rekan-rekannya adalah pekerja migran Indonesia yang menjadi korban “eksploitasi” dan “penipuan”. Sebelum berangkat ke Hungaria, disebutkan Magyar Narancs, perusahaan penyalur PT. Ficotama Bima Trampil (FBT) meminta bayaran dari pekerja migran untuk penempatan, mediasi, dan urusan adminstrasi. Biaya penempatan pun terbilang tinggi, berkisar Rp30 juta hingga Rp70 juta.
Pekerja migran dijanjikan upah Rp12 juta dan tambahan lembur. Namun, ternyata angka itu merupakan upah kotor. Usai dipotong pajak dan jaminan sosial, mereka hanya menerima Rp7,8 juta. Pekerjaan lembur pun tidak selalu tersedia.