PP OSS meminggirkan pentingnya mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal).
Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Tolak Perizinan Ngawur secara resmi mendaftarkan permohonan uji materil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 atau yang lebih dikenal dengan PP OSS (Online Single Submission).
Tercatat, terdapat 6 pemohon uji materiil PP tersebut. Mereka antara lain tiga pemohon dari warga Provinsi Bengkulu, dan tiga pemohon dari organisasi masyarakat sipil. Ketiga pemohon terakhir yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Sawit Watch dan Kaoem Telapak.
Enam pemohon ini menilai bahwa PP OSS meminggirkan pentingnya mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal), analisis risiko lingkungan, dan izin lainnya. Akibatnya, para pengusaha akan bertindak semaunya dalam menjalankan bisnisnya tanpa terlebih dahulu mengantongi berbagai perizinan lingkungan.
“Keluarnya PP OSS ini sangat kami sesalkan, karena ini sistem yang ngawur, benar-benar menabrak berbagai peraturan tata kelola lingkungan hidup yang sudah lama disusun,” kata ujar Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati di Jakarta pada Rabu (5/9).
Karena telah ada PP OSS ini, kata Nur Hidayati, maka para pebisnis akan mengajukan perizinan setelah para mereka memiliki Nomor Induk Berusaha. Hal inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran, karena jika perizinan soal lingkungan dilakukan setelah perusahaan beroperasi, maka akan muncul masalah-masalah seperti pencemaran lingkungan hingga konflik sosial antar masyarakat.