Nasional

Angin segar KPK menjaring rasuah korporasi

Setelah sebelumnya lebih banyak menjerat pelaku korupsi dari pejabat dan pengusaha, kini KPK fokus dalam penyidikan korupsi korporasi.

Senin, 21 Mei 2018 11:56

2017 menjadi tahun panen bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak kurang 102 pelaku rasuah yang terdiri dari pejabat dan pengusaha di Indonesia diamankan oleh lembaga antirasuah tersebut. Meski demikian, KPK tetap ramai menuai kritik. Salah satunya, KPK dinilai belum bertaji mengungkap kasus korupsi yang melibatkan perusahaan swasta. Ketiadaan payung hukum untuk mengungkap korupsi korporasi, kala itu menjadi faktor penghambat.

Anggota divisi Judicial Monitoring di Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menginventarisir, dari 146 kasus korupsi korporasi yang ditangani KPK pada 2016, korporasi tetap tak tersentuh dan bisa beroperasi hingga kini. Sebaliknya, hanya pengurus korporasinya yang berhasil dijerat dan dijebloskan ke penjara.

Pascadigulirkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, KPK sebetulnya mendapat angin segar untuk menindak korporasi langsung. Pasalnya, peraturan ini memungkinkan korporasi dapat dijerat dengan tindak pidana, jika terbukti memperoleh keuntungan dari tindak pidana, membiarkan, atau tak mencegah pidana itu terjadi.

Pidana pokok untuk korporasi yang terbukti bersalah, ungkap Emerson dalam "Menjerat Korupsi Korporasi" (2017), adalah denda, atau jika tidak dibayar, pengurusnya dapat dikenai hukuman kurungan hingga dua bulan. "Perma juga mengatur antara lain cara memanggil dan memeriksa korporasi sebagai saksi kasus pidana dan siapa yang mewakilinya. Aturan ini juga mengatur cara menagih denda jika korporasi dinyatakan terbukti bersalah," tulisnya.

Untuk mencegah pihak korporasi yang mangkir dari proses hukum, maka Perma memberi ruang bagi penegak hukum untuk menyita korporasi sejak awal penyidikan serta melelang aset, sebelum putusan hakim dijatuhkan. Dengan adanya perma ini, maka tidak ada lagi kekosongan hukum acara pidana korporasi.

Purnama Ayu Rizky Reporter
Purnama Ayu Rizky Editor

Tag Terkait

Berita Terkait