Susi mengatakan, MK hanya melihatnya secara tunggal tanpa mempertimbangkan terjadi demonstrasi saat pelaksanaannya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menyoroti argumentasi Mahkamah Konstitusi atau MK dalam putusan uji formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi. Menurutnya, MK sangat formalistik.
Dalam putusan, MK menyebut DPR telah melibatkan partisipasi publik untuk menggodok revisi UU KPK, salah satunya dengan safari ke kampus-kampus. Namun, Susi mengatakan, MK hanya melihatnya secara tunggal tanpa mempertimbangkan terjadi demonstrasi saat pelaksanaannya.
"Pada saat diskusi dengan teman-teman di Pukat UGM, bahkan para mahasiswa mengatakan, pada saat diadakan seminar ini, demo itu terjadi di luar. Tetapi yang diklaim oleh Mahkamah, itu adalah yang ada di dalam. Jadi tidak mempertimbangkan demo untuk menolak revisi tersebut," ujarnya dalam diskusi disiarkan Youtube BEM KM UNNES, Minggu (9/5).
Oleh sebab itu, menurut Susi, MK telah mengingkari partisipasi yang bermakna atau minim full participation. Dia menjelaskan, maksud partisipasi yang bermakna adalah bukan perilaku tokenistik atau manipulatif.
Merujuk contoh kasus yang terjadi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Susi mengatakan, MK tidak mengambil esensi dan fakta terjadi demo menentang revisi UU KPK saat DPR mengadakan diskusi di sana.