Intelijen bekerja dalam tiga konteks, yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menggembleng jajarannya dalam Pelatihan Satuan Tugas Intelijen Reformasi Inovasi (Satgas SIRI) di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat). Harapannya, para jaksa dapat bekerja maksimal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.
Kepala Badiklat Kejagung, Tony Spontana, mengatakan, tantangan dewasa kini semakin kompleks. Di sisi lain, teknologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karenanya, seluruh sektor kehidupan harus beradaptasi. Pun demikian dengan unit intelijen.
"Untuk itu, dibutuhkan deteksi dini (early warning) dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT), termasuk bagi aparatur intelijen penegakan hukum yang dimiliki Kejaksaan Agung," katanya, Rabu (21/2).
Jaksa Agung Intelijen (Jamintel), Reda Manthovani, menambahkan, jajarannya harus mulai mengubah cara berpikir, budaya kerja, dan perilaku dalam menghadapi perkembangan zaman. Sebab, peran intelijen melalui upaya mencari, mengolah, dan menyajikan data dan informasi yang cepat dan akurat menjadi dasar pengambilan keputusan strategis bidang penegakan hukum.
Ia mengingatkan, akurasi dan kecepatan sangat relevan dengan tinjauan filosofis intelijen, yang memiliki sifat deteksi dan peringatan dini. Sehingga, tindaklanjutnya berupa pencegahan dini. Apalagi, personel intelijen kejaksaan merupakan indera penglihatan dan pendengaran negara.