Warga DKI Jakarta tidak serta-merta sejahtera setelah direlokasi dari kawasan yang rutin diterjang banjir.
Gunawan, 55 tahun, tampak tertegun. Dari jendela kamarnya di lantai 12 Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur, pandangan matanya menyapu deretan rumah di seberang gedung rusun. Pikirannya 'melayang'. Sesekali, ia menghisap rokok kretek di sela-sela jarinya.
"Saya empat tahun yang lalu tinggal di situ," ujar Gunawan sembari menunjuk ke arah deretan rumah tersebut saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (8/1) sore itu.
Deretan rumah yang ia tunjuk berada di area Kampung Pulo. Jaraknya hanya selemparan batu dari rusun 16 lantai tersebut. Dari jendelanya, Gunawan bisa melihat warna kecoklatan Sungai Ciliwung yang bersisian dengan kampung yang terkenal langganan banjir itu.
Pada 2015, Gunawan turut menjadi salah satu warga yang direlokasi ke rusun tersebut karena terimbas program normalisasi Sungai Ciliwung. Program itu dicanangkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggandeng Pemprov DKI sejak 2012.
Menurut Gunawan, bentrok fisik antara warga dan petugas sempat terjadi saat proses penggusuran. Pasalnya, sebagian besar warga yang kena gusur menolak hengkang. "Saya pun sebenarnya menolak untuk direlokasi," ujar dia.