Nasional

Benang kusut megakorupsi BLBI dan Inpres Megawati

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 dikeluarkan pada 30 Desember 2002 dan ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Kamis, 20 Juni 2019 07:11

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 dikeluarkan pada 30 Desember 2002 dan ditandatangani oleh Presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri. Inpres ini merupakan pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menuntaskan kewajiban atau tindakan hukum kepada debitur yang mangkir dari kewajiban.

“SKL (Surat Keterangan Lunas) sangat berbahaya dan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Akan mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar," demikian pernyataan Kwik Kian Gie, mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) era Presiden Megawati Soekarnoputri.

Ada benarnya, pernyataan pria kelahiran Pati tahun 1935 itu saat bersaksi untuk terdakwa eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 5 Juli 2018. Terbukti, belasan tahun sudah kasus megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tak kunjung menemui titik terang.

Jika ditelisik lebih jauh, penerbitan SKL yang menguntungkan para obligor penerima BLBI itu bukan tanpa dasar. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 lah dalih para obligor yang terindikasi terlibat praktik rasuah terkesan seperti kebal hukum.

Bagaimana tidak, Inpres itu berisi mengenai pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Achmad Al Fiqri Reporter
Sukirno Editor

Tag Terkait

Berita Terkait