Hal ini ditujukan agar masyarakat lebih waspada dan melakukan evakuasi mandiri.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Daryono mengatakan kecepatan informasi bencana harus lebih diutamakan seperti dalam memberikan peringatan dini tsunami, dibandingkan akurasi.
"Kecepatan dan akurasi adalah dua hal yang tidak selalu memungkinkan terpenuhi dalam waktu yang bersamaan," kata Daryono seperti dikutip dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu (4/8).
BMKG melakukan pemuktahiran informasi gempa bumi tektonik berpotensi tsunami yang terjadi Jumat (2/8) di wilayah Samudera Hindia Selatan Banten, yang sebelumnya diinfokan dengan kekuatan magnitudo 7,4 berkedalaman 10 km dimutakhirkan menjadi magnitudo 6,9 berkedalaman 48 km setelahnya.
“Dari kasus Gempa Tohoku pada tahun 2011 yang lalu, Japan Meteorogical Agency (JMA) yang merupakan BMKG-nya Jepang, dalam waktu tiga menit langsung menyampaikan informasi kejadian gempa dengan Magnitudo 7,9 dan peringatan dini tsunami dengan ketinggian 6 meter," kata Daryono.
Pada menit ke-3 tersebut masih sebagian kecil sinyal-sinyal gempa tertangkap oleh jaringan sensor gempa JMA, yang baru mampu memberikan perhitungan magnitudo mencapai 7,9 beserta potensi kejadian tsunami. Seketika itu juga di menit ke-3, masyarakat terdampak sudah dapat mulai siaga untuk menghadapi ancaman tsunami, dengan melakukan evakuasi mandiri.