Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menilai, pendengung Anies belum terkoordinasi dan umumnya terdiri dari pendukung ideologis.
Polarisasi politik antara pendukung Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)–yang juga pro Presiden Joko Widodo (Jokowi)–terus berlangsung hingga kini, padahal masa jabatan petahana segera berakhir kurang dari 12 bulan. Pengerahan pendengung (buzzer) menjadi isu yang tengah ributkan keduanya dalam beberapa hari terakhir.
Isu tersebut kali pertama dilontarkan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Mohamad Guntur Romli, melalui akun Twitter @GunRomli pada 7 November 2021. Dalam cuitannya, dia menampilkan tangkapan layar (screenshot) iklan komentar positif di salah satu kiriman Instagram @aniesbaswedan dengan honor Rp1.000 per komentar yang ada di situs web rajakomen.com serta kiriman Anies tentang peresmian Gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Puri Indah, Jakarta Barat.
Pengerahan buzzer-buzzer buat komen-komen positif di akun IG @aniesbaswedan, tiap komen dibayar Rp 1000 ???? pic.twitter.com/MWeDO9p6uj — Mohamad Guntur Romli (@GunRomli) November 7, 2021
Pihak Anies pun membantah mengerahkan pendengung guna memoles persona. "Ini hoax," demikian kicau anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Tatak Ujiyati, melalui akun Twitternya.
Dia menegaskan, Anies tidak pernah menggunakan pendengung. Dalihnya, buzzer adalah "hama demokrasi" yang "menumpulkan akal sehat".