Pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) tak independen.
Pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dinilai tidak menjamin independensi.
Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno, Hudy Yusuf khawatir, jika pemilihan ketua KPK melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan hanya akan menjadi alat politik bagi anggota DPR yang memilih. Menurut dia, hal itu akan mengikis independensi lembaga antirasuah.
"Mereka hanya menjadi alat politik, alat kekuasaan. Bukan menjadi penegak hukum, dan akhirnya hukum tidak menjadi supremasi di Indonesia. Padahal kan kita negara hukum," kata Hudy, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).
Karena itu, Hudy berpendapat mekanisme pengangkatan ketua lembaga antirasuah itu sudah semestinya dapat diubah. Sebab, hal itu untuk menjaga independensi KPK.
Dia mengusulkan agar pelibatan para akademisi dalam fit and proper test perlu dilakukan. Menurut Hudy, langkah tersebut dapat menjaga pemimpin KPK dari kepentingan politik.