Sejumlah warga Muara Angke berniat menolak relokasi yang diwacanakan Pemprov DKI Jakarta.
Langit di kawasan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara diselimuti awan mendung, Sabtu (27/11) petang itu. Di sebuah gang kecil menuju tanggul laut, Arifin dan rekan-rekannya sesama nelayan berkumpul. Hari itu, pria berusia 42 tahun tersebut memutuskan tak bekerja lantaran laut sedang mengamuk.
Banjir rob, bencana alam yang paling rutin menerjang Muara Angke, jadi salah satu bahan obrolan Arifin dan kawan-kawannya. Seiring dengan itu, wacana relokasi warga Muara Angke oleh Pemprov DKI Jakarta juga mengemuka.
"Itu (relokasi) coba gimana maksudnya? Mau digusur gitu? Parah amat. Mau pindah ke mana kalau kita digusur? Orang nyari duitnya di sini," kata Arifin kepada rekan-rekannya.
Sejak berusia 12 tahun, Arifin sudah jadi nelayan. Artinya, lebih dari separuh hidupnya ia habiskan di laut. Jika dipaksa hengkang dari Muara Angke, Arifin khawati tak bisa lagi mencari duit. "Apalagi, pindahnya jauh. Mau gimana kerjanya?" tanya Arifin.
Keresahan serupa diutarakan Herman, rekan Arifin. Kepada Alinea.id, pria berusia 30 tahun itu mengatakan tak bakalan mudah bagi orang yang sudah terbiasa menggantungkan hidup kepada laut seperti dia dan Arifin untuk beralih profesi.