Sebelum Dandhy, pasal-pasal UU ITE juga pernah menjerat Ariel Noah, Baiq Nuril, dan Prita Mulyasari.
Direktur Riset Setara Institute Halili angkat bicara soal penangkapan jurnalis sekaligus aktivis dan pendiri Watchdoc Documentary, Dandhy Laksono, Jumat (27/9) dini hari tadi. Menurut Halili, penangkapan Dandhy merupakan bukti berbahayanya pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Dandhy bukanlah tumbal satu-satunya dari ITE yang restriktif tersebut. Deret korban UU ITE sudah sangat panjang, mulai dari pasien rumah sakit Prita Mulyasari, penyanyi Nazril Irham (Ariel ‘Noah’), aktivis mahasiswa Anindya Joediono, hingga guru Nuril Baiq Makmun," ujar Halili dalam siaran pers yang diterima Alinea.id.
Dandhy dijerat Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) UU ITE karena mengunggah gambar dan narasi terkait situasi kerusuhan di Wamena, Papua, di akun Twitter pribadinya @Dandhy_Laksono, beberapa waktu lalu. Saat ini, Dandhy sudah berstatus tersangka.
Halili mengatakan, Setara Institute meminta agar Dandhy dibebaskan dari segala proses hukum. Menurut dia, pandangan-pandangan yang disampaikan oleh Dandhy merupakan bagian dari hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi, terutama Pasal 28E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pendapat warga negara yang diunggah di media sosial, lanjut Halili, seharusnya dipandang sebagai bentuk dari kontrol publik yang sah dalam demokrasi dan kontrol atas kebijakan pemerintahan negara yang mungkin melenceng.