"DPR bukan tidak mampu (unable) untuk memberhentikan Jokowi, tetapi tidak mau (unwilling)."
Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mendorong pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya ada 3 alasan di balik hal ini.
Pertama, Jokowi patut diduga melakukan korupsi memperdagangkan pengaruh (trading in influence). Dicontohkan dengan kasus dugaan suap yang terima anak-anak Jokowi dengan dalih penyertaan modal ratusan miliar dan dilaporkan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, pada 10 Januari 2022.
Denny menerangkan, kasus tersebut hingga kini tidak jelas perkembangannya. Baginya, dalam perkara tersebut, tidak mungkin ratusan miliar dengan mudah mengalir kepada putra sulung Jokowi sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, jika yang bersangkutan bukan anak presiden.
"Saya berpendapat, inilah modus trading in influence, memperdagangkan pengaruh Jokowi sebagai presiden. Logika sederhananya, yang terjadi adalah korupsi memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi, bukan penyertaan modal," katanya melalui akun Twitter @dennyindrayana, Minggu (25/6).
Kedua, Jokowi diduga melakukan korupsi dengan menghalang-halangi proses penegakan hukum. Ia contohkan masih berkuasanya seorang anggota Kabinet Indonesia Maju hingga kini. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir yang bersangkutan terkait dalam 4 kasus korupsi, tetapi penetapannya sebagai tersangka menunggu izin presiden.