Modus operandi yang berlaku, seharusnya melahirkan akta perjanjian hutang piutang namun justru lahir akta jual beli.
Seorang nenek berumur 74 tahun berinisial NS, melaporkan seorang yang berprofesi sebagai notaris PPAT Daerah Bojonegoro Jawa Timur ke Kepala Kantor Pertanahan Bojonegoro, yang juga menjabat sebagai Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah Bojonegoro. Nenek itu diduga menjadi korban mafia tanah dengan adanya pemindahan hak milik dalam sertifikat tanahnya.
Pengacara nenek tersebut, Gurun Arisastra menginginkan pemberhentian secara tidak hormat diberikan kepada notaris itu. Kliennya menjadi korban dugaan mafia tanah dengan modus operandi yang seharusnya melahirkan akta perjanjian hutang piutang namun justru lahir akta jual beli.
"Iya, kami melaporkan notaris yang juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Yudi Aryono Basuki ke Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah Bojonegoro," katanya kepada wartawan, Rabu (15/3).
Menurutnya, kerugian sang klien berupa aset tanah yang di atasnya berdiri bangunan nilai pasarnya Rp12,1 miliar. Sertifikat hak milik kliennya kini beralih kepada orang lain padahal hutang piutang sebesar Rp3 miliar.
Hal ini menunjukan adanya dugaan pelanggaran atas pelaksanaan jabatan atau tidak melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.