Nasional

Diskriminatif, SP dan SBMI tuntut Kepmenaker 260/2015 dicabut

Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) meningkat seiring berlakunya Kepmenaker 260/2015.

Kamis, 14 Oktober 2021 15:39

Solidaritas Perempuan (SP) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015, yang melarang penempatan buruh migran pada pengguna perseorangan di 19 negara di Timur Tengah, dicabut. Pangkalnya, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) meningkat setelah regulasi tersebut diberlakukan.

Melalui keterangan tertulis, kedua lembaga itu menyatakan, pemerintah berupaya menyelesaikan masalah kekerasan yang dialami buruh migran di sektor domestik melalui kebijakan tersebut. Namun, langkah tersebut diambil tanpa analisis mendalam terhadap akar persoalan dan mengabaikan potensi dampak yang berbeda terhadap perempuan.

"Akibatnya, langkah ini bukannya menyelesaikan persoalan justru menyebabkan diskriminasi dan pelanggaran hak perempuan buruh migran, terlebih juga meningkatkan kasus pemberangkatan tak prosedural yang sangat rentan akan trafficking," demikian isi keterangan tertulis SP dan SBMI, Kamis (14/10).

SP dan SBMI juga berpendapat, penerapan Kepmenaker 260/2015 tidak mencerminkan perlindungan, pengakuan, jaminan, serta kepastian hukum yang adil bagi perempuan. Yang terjadi justru membatasi ruang perempuan untuk mendapatkan kesempatan bekerja dan kesejahteraan, yang merupakan HAM dan seharusnya dijamin negara.

Berdasarkan catatan SP, penempatan buruh migran ke negara-negara di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, mencapai 36% dari 15 negara tujuan lainnya. Sedangkan Riset Aksi Partisipatif Berperspektif Feminis oleh Komunitas SP menemukan beberapa permasalahan yang terjadi dan dihadapi perempuan buruh migran pasca-penerapan Kepmenaker 260/2015, seperti pola perekrutan tak prosedural masih terjadi dan pintu masuk TPPO kian terbuka lebar sejak kebijakan tersebut ditetapkan.

Fatah Hidayat Sidiq Reporter
Fatah Hidayat Sidiq Editor

Tag Terkait

Berita Terkait