Rommy menyebut pencabutan hak politik tak sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor.
Terdakwa kasus dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur, Muhammad Romahurmuziy menolak tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik yang dilayangkan jaksa penuntut umum Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK). Tuntutan untuk pria yang akrab disapa Rommy itu terhitung jika dia selesai menjalani pidana pokok.
Menurutnya, pencabutan hak politik tak sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Terlebih dia merasa tak pernah melakukan penyelewengan kewenangan sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengintervensi Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama sekaligus kader partainya. Termasuk untuk meloloskan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Saya katakan, undang-undang melarang anda mencampuri demokrasi internal setiap partai politik. Karenanya, yang mulia, saya menolak tuntutan ini," kata Rommy, saat membacakan nota pembelan atau pledoi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/1).
Selain itu, Rommy mempertanyakan tudingan jaksa KPK yang menilai dirinya tidak mengakui kejahatan korupsi. Akibat tundingan ini, pidana yang disangkakan menjadi lebih tinggi dua tahun dibandingkan perkara serupa.