Dicontohkannya dengan penyusunan kembali dasar hukum pembentukan Sulawesi Utara yang telah berubah karena adanya pemekaran Gorontalo.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ledia Hanifa Amaliah, menegaskan, tujuh rancangan undang-undang (RUU) provinsi di Sulawesi dan Kalimantan yang diusulkan Komisi II tidak bertujuan membentuk daerah baru, tetapi alas hukumnya masih mengacu pada regulasi lama.
Tujuh RUU provinsi itu, yakni RUU tentang Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Utara (Sulut), Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Barat (Kalbar). Seluruhnya, yang diinisiasi Komisi II, disetujui dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (7/10).
"(RUU tersebut) bukan berarti membentuk provinsi baru. Ini kesepakatannya adalah tidak boleh menghilangkan sejarah pembentukan provinsi pertama kali, jadi ini menjadi satu kaitan," ujarnya dalam keterangannya, Jumat (8/10).
Adapun UU yang mengatur tentang provinsi sebelumnya termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi, yang masih mengacu UU Republik Indonesia Serikat (RIS), serta UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara.
Menurut Ledia, RUU ini merupakan amanat sehingga pembahasannya harus diselesaikan. Karenanya, diharapkan bersama pemerintah dapat segera membahas dan mengesahkannya mengingat provinsinya yang ada serta aturan tentang batas wilayah dan perkara lainnya sudah selesai.