Terdapat tiga dimensi yang diperdebatkan antarkelompok masyarakat.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Nusron Wahid, mengungkapkan, masih terjadi perdebatan di kalangan masyarakat tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Silang pendapatan tersebut dikhawatirkan memicu terjadinya ketakharmonisan dan ketaknyamanan.
Pokok perdebatan berkutat pada tiga dimensi, yakni universalitas, lokalitas kebudayaan, dan pemahaman keagamaan yang bersifat kepercayaan. Sebagian kelompok memandang negatif RUU PKS lantaran dianggap liberalis atau feminis mengingat isinya terlalu mengatur privasi.
"Jadi (mereka meminta) kembalikan pada res publica bukan res privata. Ini perspektif atau kesan yang dibangun teman-teman yang mempunyai pendapat selama ini mengusung kebebasan," katanya dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Sementara itu, kalangan pesantren, seperti ulama, berpendapat, RUU PKS terlalu mengatur ranah kebebasan. Mereka mempersoalkan hubungan rumah tangga yang diatur, tidak demikian dengan masalah LGBT.
"Karena dalam undang-undang ini tidak ada larangan tentang tentang LGBT, maka LGBT boleh. Sementara dalam undang-undang ini diatur yang lain tidak boleh. Ini pada satu sisi yang lain," jelas politikus PartaiGolkar itu.