KPK menerbitkan SP3 kasus BLBI dengan alasan syarat unsur perbuatan penyelenggara negara tidak terpenuhi.
Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, berpendapat, penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi bukti negatif revisi Undang-Undang (UU) KPK. Secara tidak langsung, SP3 memunculkan sinyalemen tertentu terkait perkara itu.
"SP3 ini bisa muncul sinyalemen, apakah revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah untuk 'menutup' kasus BLBI sehingga dapat 'membebaskan' pelaku yang harusnya bertanggung jawab?" ujarnya dalam keterangan yang diterima, Minggu (4/4).
Terbitnya SP3 membuat Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim (ISN), tak lagi berstatus tersangka. Keputusan itu seiring tidak ada penyelenggara negara yang terlibat setelah Mahkamah Agung (MA) menyatakan perbuatan eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT), merupakan perdata atau administrasi dan bukan pidana.
Menurut BW, sapaan akrab Bambang, SP3 juga memunculkan pertanyaan dan perdebatan apakah tanggung jawab hukum KPK di bidang penindakan menjadi berhenti jika penyelenggara negara dalam kasus BLBI dinyatakan lepas dari MA. Padahal, perkara itu merugikan negara sekitar Rp4,5 triliun.
"Akibat tindàkan Sjamsul Nursalim, tapi KPK belum lakukan the best thing yang seharusnya dilakukan bahkan terkesan to do nothing dengan kerugian sebesar itu," ucapnya.