Ahyudin menyatakan, jika pekerja di lembaga sosial digaji kecil, apalagi ditiadakan, tak akan ada profesional yang mau menekuni dunia ini.
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin, memberikan penjelasan atas pemberitaan gaji besar para petinggi institusi filantropi itu. Menurut Ahyudin, sumber dana renumerasi atau gaji yang diterimanya adalah akumulasi gaji dari banyak lembaga, bukan hanya dari ACT.
Ahyudin menjelaskan, ACT hanya salah satu dari sekian lembaga yang pernah dia pimpin. "Selain ACT, ada lembaga lain sebagai sumber renumerasi semua SDM (Sumber Daya Manusia)," kata Ahyudin dalam keterangan, Rabu (6/7).
Lembaga yang dimaksud ialah Global Wakaf, Global Zakat, Global Qurban, MRI, dan DMIII (Disaster Management Institute of Indonesia). Ada juga lembaga lain di bawah Global Wakaf, seperti Lumbung Ternak Wakaf, Lumbung Beras Wakaf, dan Lumbung Air Wakaf.
Semua lembaga-lembaga tersebut, kata Ahyudin, dibawahi oleh satu holding perkumpulan legal, yaitu GIP (Global Islamic Philanthropy). "Di mana saya menjadi presidennya," ujar Ahyudin.
Seperti diberitakan sebuah majalah mingguan, salah satu pengeluaran ACT adalah untuk menggaji pendiri dan presiden ACT yang jumlahnya mencapai Rp250 juta per bulan. Kemudian pejabat senior vice president Rp200 juta per bulan, vice president Rp80 juta, dan direktur eksekutif Rp50 juta. Selain itu, para petinggi yayasan ini juga mendapat fasilitas kendaraan mewah.