Kejaksaan Agung adalah lembaga yang mendapatkan anggaran ketiga terkecil, setelah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritisi kecilnya anggaran Kejaksaan Agung dari APBN, jika dibandingkan lembaga lain yang juga mempunyai fungsi ketertiban dan keamanan.
"Dalam kajian yang telah dilakukan Fitra bersama Indonesia Judical Research Society (IJRS) diketahui, Kejaksaan Agung adalah lembaga yang mendapatkan anggaran ketiga terkecil, setelah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi," terang Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan dalam diskusi publik pada Selasa (22/10).
Pembagian APBN untuk lembaga yang memiliki fungsi ketertiban dan keamanan pada 2019 secara keseluruhan sebesar Rp115 triliun. Kepolisian mendapatkan anggaran terbesar, yakni 74,6% lalu Kementerian Hukum dan HAM mendapatkan 11,5%, Mahkamah Angung 7,2%, Kejaksaan Agung sebesar 5,5%, lalu diikuti oleh KPK 0,7% dan MK 0,5%.
Anggaran tersebut dinilai Fitra terlaku kecil karena Kejaksaan Agung memiliki lebih dari 500 satuan kerja (satker) dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, hingga cabang Kejaksaan Negeri. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan MK maupun KPK yang hanya memiliki satu satker di ibu kota negara.
Anggaran tersebut juga dianggap tidak cukup untuk fungsi kejaksaan yang apabila ditelisik memiliki fungsi cukup banyak, di antaranya sebagai penyidik pada tindak pidana tertentu, penuntut umum, pelaksana penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan, pidana pengawasan dan lepas bersyarat, pengacara negara, serta turut membina ketertiban dan ketentraman umum sesuai dengan Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.