Salah satunya, terkait buruknya data warga miskin.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, pola komunikasi dan penyebaran informasi terkait kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dalam menanggulangi coronavirus anyar (Covid-19) cenderung asimetris. Sebab, pernyataan pejabat tidak diiringi kesiapan birokrasi.
"Misalnya, terkait imbauan Gubernur untuk mengisi formulir pendataan bagi warga terdampak Covid-19 kepada RT/RW setempat atau layanan hotline penghubung lewat nomor tertentu. Namun, nomor tersebut masih belum bisa dihubungi," ucap Analis Data Fitra Jateng, Maulin Niam, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/4).
FITRA juga menyoroti data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) di seluruh kabupaten se-Jateng yang hanya memuat hingga kecamatan. Padahal, masyarakat bisa mengakses data hingga penerima berdasarkan nama dan alamat (by name by address) dengan memasukkan nomor kartu keluarga (KK) di laman caribdt.dinsos.jatengprov.go.id/public/dashboard.
Kriteria DTKS dalam menghitung penduduk miskin pun berbeda dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Formula DTKS berdasarkan kelompok pendapatan di suatu wilayah, penduduk sangat miskin (desil I) dan miskin (desil II), sebagai fokus sasaran program. Sedangkan BPS, menggunakan standar garis kemiskinan sebagai batas.
"Perbedaan metode ini tentu menghasilkan data yang tidak sama. Sebagai contoh, menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2019 sebanyak 3,743 juta. Sedangkan DTKS menyebutkan, 2,348 juta (desil I dan desil II). Selisih 1,4 juta tentu bukan jumlah yang sedikit," jelasnya.