Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 memberikan batasan terhadap hak asasi manusia melalui undang-undang.
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, menyoroti putusan Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, yang mengesahkan pernikahan pasangan beragama Islam dengan Kristen. Apalagi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan, pernikahan beda agama adalah haram.
Awiek, sapaan akrabnya, menegaskan, Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 memberikan batasan terhadap hak asasi manusia melalui undang-undang. Ia menyebut nikah beda agama tidak bisa langsung dilegalkan atas nama hak asasia manusia.
"Artinya kebebasan hak asasi manusia oleh UUD sebagai konstitusi kita bernegara dibatasi dengan UU. Dalam konteks perkawinan ini tidak bisa serta merta atas nama HAM melegalkan pernikahan beda agama karena Pasal 28 J ayat (2) UUD telah dengan tegas membatasi hak asasi oleh UU perkawinan," kata Awiek kepada wartawan, Selasa (29/11).
Aweik juga menjelaskan, Undang-Undang tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa perkawinan dianggap sah hanya dengan pasangan yang satu agama. Bahwa sampai saat ini Pasal 2 dan Pasal 8 UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih secara tegas mengatur syarat sahnya perkawinan, di mana dianggap sah hanya dengan yang seagama.
Awiek juga mengatakan, undang-undang tentang perkawinan ini sejalan dengan Deklarasi Kairo. Dalam deklarasi tersebut, bahwa perkawinan merupakan suatu wujud pengamalan akidah dan ibadah kepada Allah SWT.