Hakim tidak mempertimbangkan tiga poin yang menjadi pokok gugatan Walhi.
Gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terkait SK Gubernur tentang perubahan izin lingkungan rencana kegiatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara ditolak oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Kuasa Hukum Walhi, Ronald Siahaan, menilai putusan hakim PTUN Medan yang menolak gugatan perkara PLTA Batang Toru merupakan putusan yang paling aneh. Pasalnya, dalam putusan tersebut hakim tidak mempertimbangkan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatannya terkait kasus tersebut.
“Ini putusan yang paling aneh kalau membaca pertimbangan majelis hakim. Saksi-saksi dan tanda tangan ahli yang dipalsukan dalam penyusunan adendum amdal disebut tidak ada hubunganya dengan objek sengketa,” kata Kuasa Hukum Walhi, Ronald Siahaan kepada Alinea.id di Jakarta pada Selasa, (5/3).
Padahal, kata Ronald, pemalsuan tanda tangan dalam pembuatan amdal yang diterbitkan melalui surat keputusan atau SK Gubernur bernomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 cacat hukum. Ini merupakan bukti yang kuat. Namun, oleh hakim hal tersebut tidak dipertimbangkan.
“Amdal yang menjadi dasar terbitnya izin lingkungan itu tidak dikerjakan sesuai mekanisme yang berlaku. Tak hanya itu, saksi-saksi yang dihadirkan oleh Walhi pun merupakan warga yang tinggal dekat dengan kegiatan PLTA Batang Toru. Juga nama Onrijal yang dicatut untuk penyusunan adendum amdal 2016, sehingga objek perkara terbit," ucap Ronald.