Gunung Merapi masih berada pada status siaga. Untuk erupsi yang bersifat efusif, perhitungan bahayanya adalah berdasarkan volume kubah lava.
Gunung Merapi telah mengalami erupsi efusif selama lebih dari 1,5 tahun. Hingga saat ini aktivitas vulkanik masih tinggi, hal tersebut terlihat dari jumlah gempa harian dan deformasi yang masih terus terjadi.
Menurut keterangan resmi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Daerah Istimewa Yogyakarta, pada periode Agustus 2022, tercatat peningkatan jumlah gempa internal Gunung Merapi yang mencapai 100 kejadian/hari dan didominasi oleh gempa vulkanik dalam (VTA).
Gempa VTA merupakan penanda adanya aktivitas magmatik di bawah puncak Gunung Merapi di kedalaman sekitar 1,5 km. Ini menunjukan adanya aktivitas suplai magma yang apabila keluar ke permukaan akan berupa ekstrusi yang bersifat efusif seperti yang selama ini telah terjadi sejak 4 Januari 2021.
Hal ini berbeda dengan erupsi 2010 yang juga didahului dengan gempa-gempa VTA, namun dengan karakter yang berbeda, dimana frekuensi dan energi gempa VTA saat itu lebih tinggi.
BPPTKG juga mencatat, pada 7 September 2022, telah terjadi gempa tremor dengan frekuensi 6 Hz yang merupakan cerminan aktivitas fluida gas di kantong magma. Gempa tremor terjadi hanya satu kali dengan amplitudo sekitar 10 mm dan durasi 29 detik.